Copyright : Mansur, S.Pd - Sasak Tulen
Free chat widget @ ShoutMix
ANDA PENGUNJUNG KE
free html hit counter
html hit counter
 



AKU ADALAH
ORANG YANG MEMILIH
MENJADI ORANG CERDAS KETIMBANG ORANG PINTAR
ORANG CUKUP KETIMBANG ORANG KAYA
ORANG TENANG  KETIMBANG ORANG SENANG


WEB INI DIPERSEMBAHKAN UNTUK
SEMUA ORANG BAIK YANG TIDAK SOMBONG
SEMUA ORANG KAYA YANG DERMAWAN
SEMUA ORANG YANG HIDUP UNTUK ORANG LAIN


MARI ONLINE BERSAMA ATAU SAPA LEWAT
surat@Pakmansur.co.cc
pakmansur@yahoo.com

Belakangan ini banyak kawan-kawan
yang iseng kepada saya dengan mengatakan
"wuih.. tempatnya di ujung dunia",
"kok kerjanya dari ujung ke ujung sih"
Maksudnya, saya berasal dari lombok (orang menganggap ujung timur) tapi kerjanya di sibolga-tapanuli tengah,  Sumatera utara (ujung barat).
Padahal dengan mengetik "Galang ArtsCom" di Google Map, atau Google Earth sudah sampai, nih buktinya !




Nenek Moyangku Seorang Pelaut.

 

Saya tidak tahu untuk siapa lagu ini diciptakan, dan lebih tidak tahu lagi mengapa tidak ada lagu Nenek Moyangku Seorang Petani, Pedagang atau Pegawai. Tetapi disini bukan tempatnya kita berembuk tentang itu, apalagi membuka perdebatan. Lagi pula bukan itu maksud tulisan ini dibuat. Tanpa bermaksud memposisikan suatu profesi, tulisan ini hanyalah sebagai tambahan renungan buat menambah ruang  pendekatan dalam membelajarkan diri kita terlebih kepada siswa . 

PELAUT : Masyarakat yang Beruntung. Pelaut terbiasa dengan spekulasi tanpa perencanaan yang “njelimet” dan panjang apalagi analisis SWAT, tinggal siapkan perangkat, lihat cuaca, berangkat sore pulang pagi dengan sekeranjang ikan segar. Dijual ke pasar lalu minum-minum di kedai kopi. Nanti kalau kantong terasa kurang berangkat lagi. Tidak pernah seorang pelaut memberi makan ikan dilaut apalagi menebar benihnya terlebih memelihara laut, tiba-tiba saja mereka panen. Paling sialnya tangkapan mereka sedikit, tetapi mereka tidak merasa rugi, karena tidak modal, waktu dan tenaga yang telah dikorbankan. “Besok kita pasti dapat banyak” katanya. Bukan berpikir bagaimana prosesnya supaya dapat banyak.

 
 

 PETANI : Masyarakat yang Bekerja. Petani tidak mengenal spekulasi, semua harus diperhitungkan, dana, waktu , lahan, cuaca, pasar dan sekelompok masalah lainya, dari mulai benih sampai pemasaran. Bahkan analisis SWAT saja tidak cukup, bahkan walaupun petani sudah merencanakan sagala sesuatunya dengan matang, merekapun masih berharap adanya keberuntungan. Tanpa itu semua maka tidak mungkin panen dengan hasil yang baik. Gampangnya petani harus merencanakan dengan baik, memelihara dengan baik, dan panen sesuai waktunya, barulah akan mendapatkan hasil yang memuaskan. Dan semua itu berlangsung dalam jangka waktu minimal 3 – 6 bulan.

 
 

 Nah sekarang kita bisa mengaku, kita keturunan siapa, murid-murid kita keturunan siapa. Hal ini akan nampak dari cara hidup masyarakat kita dan sangat erat kaitanya dengan cara belajar masyarakat (baca: siswa) kita, dan tentunya kita harus siap-siap dengan metode yang jitu untuk membelajarkan kedua garis keturunan yang sangat berbeda tersebut.

 
 

 Dalam skala yang lebih besar, mungkinkah keturunan itu mempengaruhi kinerja bangsa kita ? Benarkah Nenek Moyangku Soerang Pelaut ? Lalu bagaimana peran kita sebagai guru ?


ORANG BODOH YANG PINTAR

 

Marilah kita berbagi kebodohan dan kepintaran. Saya tidak pernah menganggap orang lain itu bodoh seperti juga saya tidak akan pernah memandang orang lain itu pintar. Sebenarnya batasan bodoh dan pintar itu tidak pernah ada, yang ada hanyalah pilihan untuk menjadi orang bodoh yang pintar atau orang pintar yang bodoh. Karena kedua tipe manusia inilah dunia bisa hidup dan saling mengisi dalam kekurangan, saling menerangi dalam kegelapan dan saling memberi dalam kebersamaan. Jika saja negeri ini memiliki keduanya niscaya tidak akan ada warga pengangguran  yang berharap kepada penguasa zalim.

 

Orang bodoh yang pinter adalah orang-orang yang beruntung sejak awal dia membawa sifat kebodohan tetapi memiliki pemikiran yang pinter untuk diri dan lingkungannya. Bukankah Henry Ford, Dell, Bill Gates, Bob Sadino, Lim Siu Liong, Tomy Suharto adalah orang-orang yang dianggap bodoh dan bangga dengan kebodohannya merupakan orang-orang yang berhasil saat ini. Beribu orang pintar menjadi bawahannya bahkan ratusan ribu keluarga orang pinter menggantungkan nasib padanya.

 

Jika orang bodoh males kerja maka dia akan merekrut orang-orang pintar yang rajin sebagai bawahannya, kalau dia merasa sering salah dia akan menyuruh orang pintar yang tidak pernah salah untuk mengonsep programnya, dan jika dia tidak sanggup berpikir jauh seperti insinyur  maka dia akan mencari uang untuk mendanai proposal yang diajukan insinyur. Orang bodoh biasanya mudah mengambil kesimpulan sementara orang pintar banyak pertimbangan, makanya orang bodoh lebih cocok menjadi Bos.

 

Orang pintar adalah orang yang beruntung sejak dari dalam kandungan, tetapi keberuntungan itu sering membuat orang pintar terlalu asyik belajar dengan sekolahannya,  ketika sekolah selesai dia  merasa paling pinter sehingga dia tidak butuh pelajaran orang lain apalagi orang bodoh. Orang bodoh saja matanya selalu tertarik melihat uang sedangkan orang pinter saja matanya hanya untuk melihat lowongan pekerjaan, kalau dia lolos maka kantor-kantor akan berisi orang-orang yang pinter nganggur .

 

Negeri ini membutuhkan orang pinter yang bodoh yaitu orang pinter yang merasa bodoh, sehingga dia terus belajar dari orang pinter yang sukses maupun dari orang bodoh yang gagal. Dia memahami pola pikir orang bodoh sehingga dia mampu bekerja dengan orang bodoh, dia mampu mengimbangi pola pikir orang pinter sehingga dia tidak bisa dibodohi orang pinter.

 

Terakhir, kalaupun kita merasa bodoh atau memang bodoh maka ubahlah gaya berpikir kita seperti orang pinter, dan kalau kita merasa pinter dan memang pinter ubahlah gaya berpikir kita supaya merasa tetap bodoh. Dunia tidak menyukai orang pinter terus tetapi lebih tidak menyukai orang yang bodoh terus.

ORANG DESA MENJADI ORANG KOTA,  

ORANG KOTA MENJADI ORANG DESA

 

Seandainya anak muda jaman sekarang masih bisa menemukan acara ”matak”, “ngamet”, atau “Berelah” di setiap kampungnya tentu saja tidak sulit untuk menanamkan jiwa kegotong-royongan. Jika saja tradisi “begibung” selalu dijumpai anak-anak di setiap acara atau pesta maka tidak sulit untuk mengasah rasa kekeluargaan. Namun sekarang tradisi “matak”, “ngamet” dan “berelah” telah digilas gogo rancah dan pembakaran, dan istilah “begibung” telah termakan prasmanan dan standing party. Memang desa telah mengalami perubahan sosial religius sejalan dengan perkembangan era informasi dan teknologi, yang seolah mengikis karakteristik tersebut.

 

Kalau dulu semua dedare tumpah ke sawah tanpa diundang untuk matak, dengan senang hati sambil “nyaer” dan para teruna sibuk membawa padi untuk dijemur, setelah kering orang tua, teruna, bahkan anak-anak ikut begadang untuk ngamet, beberapa waktu kemudian begadang lagi untuk berelah, semuanya mengalir dengan indah dan mengasyikkan. Semuanya berjalan tanpa uang, hanya dibayar dengan makan bersama. Sungguh nilai sosial yang sangat tinggi disamping keyakinan bahwa membantu orang lain akan mendapatkan pahala/kebaikan. Sebuah paduan sosial religius yang tak akan pernah ada lagi di bumi ini.

 

Sekarang semua telah berganti. Bukan saja orang desa yang ramai-ramai menjadi urban, tetapi orang-orang desa pun sudah mengganti budaya mereka bak orang kota. Saat ini jangankan tetangga, anak sendirpun harus dibayar untuk membantu orang tuanya. Memang tidak ada lagi kegiatan sosial religius seperti matak, ngamet, atau berelah karena sudah ganti padi gogo rancah, tidak ada lagi palawija karena lebih mengejar tembakau. Dan mungkin hasilnya juga lebih menjanjikan. Tetapi yang sayang adalah mengapa semuanya sekarang berjalan diatas uang tanpa sedikitpun menyentuh nilai sosial apalagi religius.

 

Kalau saja semua orang desa yang sudah berbudaya orang kota ini juga mempunyai kondisi ekonomi seperti umumnya orang kota yang relatif mampu, maka biarlah semua diukur dengan uang, dengan harapan semuanya berpikir realistis dan strategis sehingga semua bisa bergerak maju bersama, dan ketika kemajuan bisa dicapai bersama kita bisa mengimpor tenaga kerja dari Malaysia sekalipun.

 

Tapi apa kenyataannya, perubahan sosial yang demikian sporadis tidak diikuti dengan perubahan kemakmuran masyarakat, jurang perbedaan semakin menganga, status sosial semakin kentara, orang-orang berbudaya kota semakin rakus menguasai desanya sementara orang desa yang tetap mendesa terpaksa menjual diri ke negara tetangga. Desa kita telah berganti wajah menjadi kota yang kejam, sementara kota menjadi semakin kejam. Siapakah mau kembali ke desa?

 

Belakangan muncullah Komunitas Sasak (KS) yang telah terlanjur diisi oleh orang-orang desa yang telah meninggalkan desanya yang sudah menjadi kota kecil yang individualistik dan mudah curiga,  Bahkan kota kecil itu tidak dapat menerima putranya sendiri, kota kecil itu telah mempunyai orientasi sendiri dan menggunakan kekuatannya sendiri untuk mempertahankan dirinya sendiri. Lalu ke desa kemanakah KS akan tinggal ?

 

KS adalah sebauh rural community yang seharusnya kita artikan sebagai masyarakat yang anggota-anggotanya hidup bersama di suatu lokalitas maya, yang seorang merasa dirinya bagian dari kelompok, kehidupan mereka meliputi urusan-urusan yang merupakan tanggungjawab bersama dan masing-masing merasa terikat pada norma-norma tertentu yang mereka taati bersama. Dengan demikian sebenarnya KS adalah desa baru di wilayah lombok baru yang memiliki tatanan masyarakat baru. Para Elemen KS dulu adalah orang-orang desa yang telah pindah ke kota, namun sekarang merupakan orang-orang kota yang telah menjadi orang desa.

 

Sebagai komunitas orang desa maka KS tidak perlu melakukan urbanisasi ke kota apalagi ke kota kecilnya sampai suatu saat elemen-elemen KS telah benar-benar menjadi orang desa yang paham dengan kebutuhan dirinya dan kota yang akan ditempatinya. Memelihara eksistensi kedesaan sebagai elemen KS adalah sebuah kewajiban yang nantinya akan menjadi sebuah kekuatan. Belajar dan bekerja dengan semangat pedesaan nantinya akan sangat berguna untuk memutar lokalitas maya menjadi dunia nyata. Jika waktunya tiba urbanisasi KS ke kota kecilnya bukan untuk menambah deretan panjang catatan permasalahan, tetapi justru untuk merentas deretan panjang menjadi kepingan-kepingan kecil yang dapat dibagi-bagi dalam tanggung jawab bersama.

 

Waktu itu tidak akan tiba dan tidak akan pernah  ada karena waktu tidak pernah hilang. Waktu itu tidak akan diberikan orang lain karena kitalah yang memilikinya. Sekarang kita tengah mengumpulkan ide bersamaan dengan membagi ide itu, sekarang kita adalah konseptor bahkan kaligus ekskutor. Sekarang kita ingin membangunkan orang lain sekaligus membangunkan diri kita sendiri. Dengan membangun komunitas maya ini berarti kita siap membangun desa nyata yang akan menjadi kota baru yang lebih punya harapan tanpa harus berurbanisasi atau jika perlu menjadi urban di desa sendiri.

 

Mari membangun desa kita

 

pakmansur

sasak in sibolga

 

Catatan base Dasan Tinggi untuk :

Matak = panen padi yang dilakukan bergotong royong oleh inak-inak dan dedare.

Nyaer = bernyanyi bersama pada saat matak supaya tidak capek dan bosan

Ngamet = mengikat padi sebelum ditaruh di lumbung, dilakukan semalam suntuk

Berelah = membersihkan sisa jerami sehabis panen, dilakukan bersama malam hari

Begibung = makan bersama pada wadah yang sama




 

Pengalaman adalah Guru yang terbaik dan pengalaman yang terbaik adalah menjadi guru jadi guru yang terbaik adalah guru yang perpengalaman. Click to join gurusasak

Click to join gurusasak

Blind Inspiration :

ANDALO'S with : SABRI Pringgabaya TAJUDIN Mataram MH.ZUHRI Selong IWAN Selong WIRDAN Depok SOFYAN
Selong HUSNUL Praya

GassNet

Internetnya anak GMS dan sekitarnya
dapatkan harga paket yang menarik dan
BONUS Paket BulanTua sampai dengan
discount internet 100% alias gratis

 
This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free